IndonesiaInteraktif.com, Bengkulu — Menepis godaan untuk tidak melakukan tindak pidana korupsi bagi seorang Kepala Daerah bukanlah pekerjaan yang mudah. Apalagi untuk menjadi seorang kepala daerah di Indonesia memerlukan “biaya politik yang tinggi.” Sudah bukan rahasia umum lagi, sehebat apapun calon kepala daerah kalau tidak mampu memberi “suap” kepada masyarakat pemilihnya maka tidak akan di pilih.
Loyalitas pemilih objektif digerus oleh ”amplop.” Menjadi Kepala Daerah di Provinsi Bengkulu bukanlah perkara yang mudah, karena hampir seluruh Gubernur di Provinsi Bengkulu terlibat korupsi dan telah di hukum dengan pidana penjara.
Mulai dari Agusrin M. Najamuddin, Ustaz Junaidi Hamzah, Ridwan Mukti hingga Rohidin Mersyah berturut-turut terlibat kasus korupsi.
Bahkan Gubernur Helmi Hasan pun diduga juga akan terjerat kasus korupsi saat beliau menjabat sebagai Walikota Bengkulu dan hal ini dapat dilihat saat Walikota Ahmad Kanedi yang menjabat Walikota sebelum Helmi Hasan dijadikan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Bengkulu atas kasus korupsi di Pemerintah Kota Bengkulu.
“Saya yakin, dengan ditersangkakannya Bang Ken (Ahmad Kanedi), beliau pasti akan buka-bukaan,” kata HR yang enggan disebutkan namanya secara jelas.
Penulis menduga ada ketakutan yang luar biasa dari pihak tertentu atas kasus korupsi di Pemerintah Kota Bengkulu yang diduga terjadi saat Helmi Hasan menjabat sebagai Walikota Bengkulu.
Dalam beberapa kesempatan, Helmi Hasan kembali menunjukkan pendekatan strategis melalui hubungan yang dibangun dengan aparat penegak hukum. Momen simbolik penyerahan “tongkat sakti” kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Bengkulu, hingga komunikasi langsung dengan Jaksa Agung RI, menjadi bagian dari strategi yang diyakini beliau “efektif” agar terhindar dari jerat kasus hukum di Pemerintah Kota Bengkulu yang telah menyebabkan mantan Walikota terdahulu Ahmad Kanedi menjadi tersangka dan telah ditahan di lapas Malabero Bengkulu.
Pertanyaannya, apakah hanya Ahmad Kanedi CS saja yang terlibat dan menjadi tersangka ?, mengingat masa pemerintahan Ahmad Kenedi dilanjutkan oleh masa pemerintahan Helmi Hasan?, hal ini perlu di dalami oleh aparat penegak hukum agar apa yang terjadi di Kota Bengkulu khususnya dugaan tindak pidana korupsi dapat terang benderang.
Pada awal masa jabatannya, Helmi Hasan sempat lantang menyuarakan kasus korupsi di Pemkot Bengkulu dan hal ini menghilang sejak Helmi Hasan memerintah sebagai Walikota Bengkulu selama 2 periode, ada apakah gerangan ?, hal ini perlu didalami oleh aparat penegak hukum.
Tongkat Sakti: Simbol Penghormatan dan Koneksi Awal
Pada 15 Juni 2020, saat masih menjabat Wali Kota Bengkulu, Helmi Hasan melakukan kunjungan silaturahmi ke Kejati Bengkulu dan menyerahkan tongkat berlogo Pemkot Bengkulu kepada Kajati A. Muh. Taufik sebagai simbol dukungan dan kolaborasi dalam penegakan hukum di wilayah itu . Aksi ini dibaca sebagai langkah strategis menjaga hubungan baik institusional antara eksekutif daerah dan penegak hukum.
Silaturahmi Tingkat Tinggi : Menjalin Akses ke Pucuk Kejaksaan
Hubungan tersebut melangkah lebih jauh ketika Helmi, sebagai pejabat publik senior daerah, melakukan pertemuan tidak langsung melalui forum-forum kepala daerah yang melibatkan Jaksa Agung ST Burhanuddin. Dalam kesempatan Retret Kepemimpinan Kepala Daerah di Magelang, Februari 2025, Jaksa Agung secara tegas menyampaikan bahwa tidak akan ada ruang bagi koruptor, menegaskan pentingnya integritas dalam pemerintahan daerah. Meskipun tidak ada bukti pertemuan satu‑lawan‑satu, posisi Helmi Hasan sebagai bagian dari kepala daerah “yang dekat dengan Jaksa Agung” memberi kesan bahwa dia mendapat akses langsung untuk menyampaikan dukungan maupun aspirasi terkait percepatan kasus-kasus korupsi di daerah.
Pertanyaannya, apakah Helmi Hasan yakin bahwa beliau bebas korupsi ?, ini yang perlu di jawab jika melihat kasus dugaan korupsi Ahmad Kenedi di Pemkot Bengkulu yang diduga terjadi juga (terus berlanjut) di masa pemerintahan Helmi Hasan, dan ini perlu pendalaman oleh pihak yang berwenang.
Perlu penyidikan yang lebih mendalam dan terang benderang, agar tidak menjadi beban dimasa mendatang.
Efek Relasi: Dorongan Penegakan Korupsi di Bengkulu
Secara umum, pesan Jaksa Agung terutama mengenai “tidak ada tempat aman bagi koruptor” dan ajakan “pemimpin harus berintegritas agar bawahannya takut menyimpang” memberi tekanan politik dan moral kepada jajaran Kejati Bengkulu untuk lebih tegas bertindak dan tidak membiarkan terjadinya tindak pidana korupsi.
Kombinasi ini, ditambah perhatian langsung dari pimpinan daerah, dipandang sebagai faktor pendorong agar penanganan pidana khusus seperti korupsi Pemkot Bengkulu (dengan tersangka Mantan Walikota Ahmad Kanedi) dan dua tersangka sementara lainnya dari pihak swasta dapat diproses lebih cepat.
Hal ini jelas tidak menutup kemungkinan adanya tersangka-tersangka baru baik dari pihak pemerintah maupun pihak swasta.
Kesimpulan dan Rekomendasi :
1. Strategi Relasi Efektif
Penyerahan tongkat sakti dan pendekatan silaturahmi mencerminkan strategi soft diplomacy yang dapat memperkuat koordinasi antara pemimpin daerah dan aparat penegak hukum, namun strategi soft diplomacy tidak dengan serta merta melakukan pembiaran kepada aparatur negara yang melakukan tindak pidana korupsi.
Dalam beberapa kasus korupsi di Kejaksaan Agung, sering terjadi calon tersangka yang merasa “bisa bebas karena kekuatan materi dan politis namun mereka tetap ditetapkan sebagai tersangka oleh Jaksa Agung”. Hal inilah menambah optimistis penulis terhadap penuntasan kasus korupsi di Indonesia.
Apalagi Jaksa Agung St Burhanuddin, merupakan salah satu Jaksa Agung Terbaik di di Indonesia, apa yang diputuskan oleh beliau dalam rangka penanganan tindak pidana korupsi tidak bisa diintervensi oleh siapa pun serta menjadi momok yang menakutkan bagi para koruptor.
2. Akses ke Tingkat Nasional
Akses ke Tingkat Nasional Interaksi melalui forum kepala daerah dan perhatian langsung Jaksa Agung memperkuat sinergi dalam upaya pemberantasan korupsi.
3. Arah Penuntasan Kasus
Pemerintah daerah dan penegak hukum harus menerjemahkan sinergi ini menjadi proses hukum yang adil, transparan, dan tanpa tebang pilih.
4. Transparansi di Mata Publik
Transparansi di Mata Publik Agar strategi relasi tidak dianggap sebagai pendekatan politis, seluruh tahapan penyelidikan, penuntutan, dan putusan harus terbuka bagi publik dan media.
Dengan ikatan simbolis dan prosedural antara Helmi Hasan dan jajaran Kejaksaan, tersirat momentum bagi penyelesaian kasus korupsi di level pemkot. Masyarakat Bengkulu kini menanti implementasi nyata dari jalinan relasi tersebut dalam bentuk hasil penegakan hukum yang tegas dan jelas.
(Tim Khusus Tipikor Indonesiainteraktif.com)
Editor :
Adv. Rindu Gita Tanzia Pinem, SH., MH, CPA, CPM.
Bagi pihak media lain yang akan mengutip tulisan kami di atas, harus menuliskan sumber kutipannya.
Sumber kutipan :
Indonesiainteraktif.com
Judul : Tongkat Sakti dan Silaturahmi Helmi Hasan Ke Jaksa Agung Bagi Penuntasan Kasus Korupsi di Pemkot Bengkulu
Diterbitkan pertama pada tanggal 9 Juni 2025